![]() |
Posted on December 13th 2020 |
Diijinkannya beberapa vaksin Covid-19 untuk digunakan secara darurat dalam beberapa minggu terakhir menjadi angin segar untuk bisa segera kembali hidup “normal”. Salah satu yang paling dinantikan adalah kembalinya perjalanan internasional.
Tetapi meskipun vaksin Covid-19 sudah mulai didistribusikan, tetapi itu bukan berarti akan menjamin keamanan untuk kembalinya perjalanan internasional. Dilansir dari CNN, masih ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan negara untuk bisa kembali membuka perjalanan internasional.
Hingga saat ini, vaksin yang sudah menyelesaikan uji klinis tahap 3 seperti Pfizer dan Moderna telah melaporkan efektif untuk mencegah orang menjadi sakit. Tetapi mereka tidak menyebutkan jika vaksin ini dapat mencegah seseorang terinfeksi virus SARS-Cov-2 (penyebab Covid-19).
Ini berarti, ada kemungkinan seseorang masih bisa terpapar virus dan menularkannya ke orang lain meskipun sudah mendapatkan vaksin. Selain itu, saat ini juga belum diketahui berapa lama vaksin bisa memberikan perlindungan.
Alasan lain, pada tahap pertama dosis vaksin yang tersedia tidak akan langsung cukup untuk semua orang. Butuh beberapa waktu sampai seluruh target vaksin bisa mendapatkan suntikan. Jadi, jangan berharap semua orang yang melakukan perjalana internasional bisa langsung mendapat vaksin.
Beberapa negara tampaknya tidak pernah mengalami penularan lokal. Tercatat pada November ini termasuk banyak negara di kepulauan pasifik seperti Tonga, Kiribati, Micronesia, Palau, Samoa, dan Tuvalu.
Selain itu, beberapa negara juga berhasil mengendalikan Covid-19 dengan baik dengan sedikit, jika mungkin ada, penularan komunitas. Beberapa di antaranya seperti Australia, Selandia Baru, Vietnam, dan Singapura.
Orang-orang dari negara tersebut bisa datang ke Australia tanpa karantina, baik yang divaksin maupun tidak. Tetapi untuk negara lain, itu akan sangat bergantung pada situasi epidemi mereka saat itu.
Beberapa organisasi telah mengembangkan peringkat risiko untuk negara atau wilayah yang berbeda. Misalnya Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Eropa (ECDC) yang menilai situasi di setiap negara Eropa sebagai stabil, mengkhawatirkan, dan menjadi perhatian serius.
Penilaian risiko ini didasarkan pada faktor-faktor termasuk tingkat kasus Covid-19, proporsi pengujian yang hasilnya positif, dan tingkat kematian. Jadi, jelas jika orang-orang yang berasal dari wilayah berisiko tinggi tetap perlu melakukan karantina saat datang, kecuali mereka telah divaksin.
Hasil uji negatif Covid-19 juga akan tetap diperlukan bagi orang yang akan melakukan perjalanan internasional. Sebab, vaksin tidak menjamin seseorang bebas dari infeksi atau tertular.
Spanyol sudah mewajibkan hasil tes negatif Covid tidak lebih dari 72 jam sebelum berangkat. International Air Transport Association (IATA) juga telah membuat standar untuk maskapai penerbangan telah menyerukan untuk melakukan tes Covid-19 sebelum keberangkatan.
Menyediakan pengujian antigen yang cepat di bandara kedatangan atau penyeberangan perbatasan juga bisa menjadi tindakan pencegahan tambahan. Meski tidak seakurat PCR, tes ini akan memberikan pemeriksaan kedua bahwa seorang pelancong belum menginkubasi Covid-19 saat perjalanan.
Di masa depan, sertifikat vaksin dan paspor kekebalan tampaknya juga akan menjadi sesuatu yang wajib dalam penerbangan internasional. Sejumlah pihak telah mengerjakan paspor kekebalan dan teknologi untuk melacak status virus pelancong.
IATA misalnya, tengah mengembangkan kartu kesehatan digital yang akan membawa status pengujian dan vaksinasi. Dan tampaknya, pada paruh kedua tahun depan perjalanan internasional akan mulai kembali berjalan, setelah vaksinasi berjalan baik.
Rasanya sudah tidak sabar untuk bisa melancong ke berbagai negara lagi setelah selama setahun terkurung di tempat yang sama. Namun perlu diingat, bahkan setelah vaksin pun, maish butuh waktu sebelum perjalanan bisa sama seperti sebelum pandemi. (*)