Current Issues

Dapatkah Vaksin Pertama Covid-19 Menghasilkan Herd Immunity?

Dwiwa

Posted on November 19th 2020

Kabar gembira tentang hasil menjanjikan vaksin potensial Covid-19 beberapa waktu terakhir membuat pemerintah dan pejabat berharap herd immunity bisa segera terjadi. Harapan itu berdasarkan perhitungan bahwa vaksin diberikan pada dua pertiga populasi dapat menghentikan pandemi dan melindungi seluruh komunitas.

Tetapi menurut para ahli, tampaknya harapan ini mungkin tidak akan terjadi dalam pemberian vaksin tahap pertama. Dilansir dari Reuters, untuk bisa mencapai herd immunity diperlukan berbagai faktor, termasuk diantaranya yang tidak diketahui.

Herd immunity terkadang disalahpahami sebagai perlindungan individu. Tidak pantas berpikir ‘aku tidak akan terdampak karena ada herd immunity’. Herd immunity mengacu pada perlindungan komunitas, bukan pada bagaimana seseorang dilindungi,” ujar Josep Jansa, ahli dalam kesiapsiagaan dan tanggap darurat kesehatan di Pusar Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC).

ECDC menggunakan perkiraan ambang herd immunity 67 persen untuk modelnya, sementara Kanselir Angela Merkel menatakan bulan ini bahwa pembatasan Covid-19 di Jerman dapat dicabut jika 60 persen hingga 70 persen populasi memperoleh kekebalan, baik karena vaksin atau terinfeksi.

Para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebut tingkat cakupan vaksin 65 persen – 70 persen sebagai cara untuk mencapai kekebalan populasi melalui vaksinasi.

“Ide tentang herd immunity adalah untuk melindungi kelompok rentan. Dan ide dibaliknya adalah jika, katakanlah, 98 persen dari populasi semuanya telah divaksinasi, akan ada sangat sedikit virus di komunitas sehingga 2 persen sisanya akan terlindungi. Itulah intinya,” ujar Eleanor Riley, profesos imunologi dan penyakit menular di Universitas Edinburgh.

Inti dari perhitungan kesehatan masyarakat pada konsep Covid-19 ini adalah tingkat reproduksi atau, nilai R, dari virus yang menyebabkannya. Ini adalah ukuran berapa banyak orang lain yang rata-rata orang yang terinfeksi menularkan patigen dalam keadaan “normal” atau tanpa pembatasan.

“Masalahnya adalah saat ini kami tidak mengetahui seberapa cepat virus menyebar tanpa upaya pencegahan apa pun dan dengan aktivitas perjalanan dan sosial seperti tahun lalu,” ujar Winfried Pickl, profesor imunologi di Medical University of Vienna.

Selain itu, kemanjuran vaksin yang kurang dari 100 persen -seperti 90 persen atau lebih yang ditunjukkan pada data awal tentang vaksin Covid-19 milik Pfizer dan Moderna- akan membutuhkan peningkatan presentasi cakupan yang sesuai untuk mencapai ambang batas kelompok.

Faktor penting lain yang disebut penting oleh para ahli adalah apakah vaksin yang dipilih oleh pemerintah untuk digunakan dapat menghentikan penularan virus.

Bukti sejauh ini menunjukkan vaksin Covid-19 pertama yang akan dipasarkan setidaknya akan menghentikan orang mengembangkan penyakit tersebut. Tetapi tidak dapat dikesampingkan bahwa orang-orang masih dapat tertular SARS-Cov-2 dan menularkannya pada orang lain tana diketahui.

“Meskipun perlindungan terhadap penyakit memiliki nilai bagi individu, ini tidak akan mencegah peredaran virus dan risiko penyakit pada (orang) yang tidak divaksinasi,” kata Penny Ward, visiting professor di bidang kedokteran farmasi di King College London.

Bodo Plachter, seorang profesor dan wakil direktur Institue of Virology di rumah sakit pendidikan Universitas Mainz Jerman mengatakan infeksi pernapasan pada khususnya sulit untuk bisa diblokir sepenuhnya dengan vaksin – meskipun suntikan dapat membantu mengurangi jumlah virus yang beredar.

“Mungkin saja orang yang divaksinasi akan menyebarkan lebih sedikit virus. Tetapi menjadi sebuah kesalahan jika menganggap vaksinasi saja bisa menghentikan pandemi,” ujarnya.

Dibanding mengharapkan herd immunity, hal terpenting yang bisa dilakukan saat ini adalah menggunakan sumber daya yang ada untuk melindungi mereka yang rentan. “Mari lupakan tentang melindungi banyak orang untuk melindungi kelompok rentan. Mari secara langsung melindungi yang rentan,” ujar Edinburgh Riley. (*)

Artikel Terkait
Current Issues
Meski Ada Vaksin Covid-19, Kehidupan Diperkirakan Baru Akan Normal Pada 2022

Current Issues
WHO Sebut Ada Harapan Vaksin Covid-19 Bisa tersedia pada Akhir Tahun Ini

Current Issues
Perketat Maskermu! Kasus Harian Covid-19 Indonesia Pecah Rekor