Current Issues

Ternyata Masih Ada Orang Indonesia yang Percaya Covid-19 Konspirasi, Kalian?

Dwiwa

Posted on November 9th 2020

m(Antara/Arif Firmansyah)

Meski pandemi Covid-19 sudah berbulan-bulan terjadi di Indonesia, ternyata masih ada sebagaian masyarakat yang menganggap jika penyakit yang telah menginfeksi 437.716 orang ini adalah konspirasi. Hal ini diungkap oleh pakar dari Universitas Indonesia.

Menurut hasil riset dari sejumlah akademisi yang tergabung dalam Tim Riset Cluster Innovation and Governance (CIGO) Universitas Indonesia, ada sejumlah masyarakat yang masih percaya Covid merupakan konspirasi yang diracik oleh elit global.

Bekerja sama dengan Tanoto Fundation, tim peneliti melakukan survei untuk mempelajari bagaimana pandemi Covid-19 mempengaruhi masyarakat dalam hal sikap mereka terhadap resesi ekonomi, serta kebiasaan membeli selama krisis. Survei dilakukan dari 14 hingga 30 September pada 772 responden di Jabodetabek.

Dilansir dari The Jakarta Post, juru bicara UI Amelita Luisa mengatakan hasil menunjukkan jika 21 persen responden (150 orang) percaya jika Covid-19 adalah konspirasi yang dibuat oleh elit global. Mayoritas responden yang mengatakan ini berasal dari Bogor (24,1 persen) dan DKI Jakarta (22,5 persen).

Dia menambahkan jika sebagian besar responden yang percaya pada tipuan konspirasi ini berusia 25 hingga 40 tahun dengan tingkat pendidikan SMP atau SMA dan pengeluaran bulanan sekitar Rp 2,5 juta.

“Penelitian ini juga menemukan jika responden ini percaya jika penyakit ini hanya berbahaya bagi penduduk berusia lanjut dan orang dengan penyakit penyerta,” kata Amelia seperti dilansir dari Kompas.

Temuan lain dalam penelitian ini adalah masih ada beberapa responden yang tidak tahu cara menggunakan masker dengan benar meskipun paham jika mereka harus mematuhi protokol kesehatan.

“Kami merekomendasikan agar pemerintah mengintensifkan kebijakan surveilans, seperti pelacakan, pengujian dan perawatan karena Indonesia masih terus mencatat peningkatan jumlah kasus Covid-19 baru setiap hari,” ujar pimpinan penelitian Eko Sakapurnama.

Mereka juga menemukan jika selama pandemi berlangsung, para responden lebih banyak menghabiskan uang untuk jajan makanan. Sementara untuk kebutuhan sekunder dan tersier seperti traveling, transportasi, otomotif, dan perhiasan lebih sedikit.

Indonesia sendiri sempat mencatatkan penurunan kasus harian cukup drastis pada Senin (2/11). Setelah berminggu-minggu angkanya selalu berada di kisaran 3 ribuan hingga 4 ribuan, pasca long weekend, kasus harian turun menjadi 2.618.

Tetapi kenaikan kasus di angka 2 ribuan ini hanya bertahan satu hari. Hari-hari berikutnya angka kembali melonjak naik dan kembali stabil di angka 3 ribuan dan 4 ribuan.

Satuan tugas Covid-19 mencatat jika ada banyak wisatawan yang mengabaikan protokol kesehatan dalam long weekend akhir Oktober lalu. Kepala Satgas Data dan Teknologi Informasi, Dewi Nur Aisyah mengatakan pada Rabu (4/11) ada lebih banyak laporan pelanggaran protokol kesehatan pada 28 Oktober hingga 1 November. 

Laporan ini disampaikan oleh petugas lapangan yang terdiri dari Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, dan Satpol PP di 407 kabupaten dan kota dan 34 propinsi. Berdasarkan data tersebut, tercatat sekitar 600 ribu pelanggaran oleh wisatawan selama libur panjang. (*)

 

Artikel Terkait
Current Issues
Mitos Soal Tes PCR Covid-19 Ini Harus Segera Kalian Lupakan

Current Issues
Dirjen WHO: Herd Immunity Respon Pendekatan Pandemi yang Tak Etis

Current Issues
Perubahan Iklim dan Covid-19: Apakah Global Warming Menyebabkan Pandemi?