![]() |
Posted on September 14th 2020 |
Siapa bilang hanya kaum laki-laki saja yang suka bermain game. Penelitian terbaru mengungkap jika ternyata para perempuan juga suka bermain video game loh.
Dilansir dari BBC, data yang didapat Google menunjukkan pemain video game perempuan meningkat 19 persen pada tahun lalu, terutama di Asia. Asia dianggap sebagau ibu kota global video game dan menyumbang 48 persen dari total pendapatan game dunia.
"Diantara jutaan pemain game yang bergabung setiap tahun, perempuan telah menjadi katalisator yang besar untuk pertumbuhan," ujar Rohini Bhushan di Google Asia Pasifik. Sejumlah faktor pun berkontribusi dengan peningkatan ini.
Menurut Google yang melakukan kerja sama dengan peneliti pasar Niko Partners, pada 2019 jumlah gamer wanita telah tumbuh hingga 38 persen dari 1,33 miliar populasi game Asia. Di Tiongkok, jumlahnya mencapai 45 persen, sedangkan Korea Selatan, Jepang, dan Asia Tenggara angkanya berada di 40 persen.
"Semakin banyak gamer perempuan yang tertarik pada kesenangan, fleksibilitas dan kebebasan yang diberikan oleh game seluler. Ini terjadi di Asia, dimana ponsel merupakan perangkat utama yang mendukung internet bagi banyak orang," jelas Matt Brocklehurst, kepala aplikasi, kemitraan, dan pemasaran platform, Google Asia Pasifik.
Game sendiri bukan hanya menguntungkan bagi pembuat game seperti EA dan Activision Blizzard, tetapi juga untuk pemain terbaik dalam e-sport. Pemain game perempuan top bisa menghasilkan hingga USD 20 juta melalui kombinasi sponsor, hadiah uang, dan juga endorse.
Mereka pun telah dianggap sebagai influencer dengan jutaan pengikut yang menonton mereka bermain online melalui live streaming. Di Asia, seluruh tim dan liga beranggotakan gamer wanita kini memberikan pengaruh di panggung dunia, termasuk Female E-sports League, sirkuit game regional untuk membantu meningkatkan representasi perempuan dalam e-sport.
"Tujuan kami adalah untuk meningkatkan visibilitas gamer perempuan dan mendukung pertumbuhan profesional mereka sebagai bagian dari upaya kami untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan memungkinkan semua orang untuk berkumpul dan mengejar hasrat mereka untuk bermain game," ujar Cindy Tan dari Singtel, perusahaan komunikasi seluler yang memberi sponsor pada liga tahun lalu.
Alasan para perempuan bermain game pun beragam. Bagi Amanda Lim, game menjadi caranya untuk bisa dekat dengan paman dan saudara laki-lakinya sebelum akhirnya justru jatuh cinta pada dunia game.
"Gamer perempuan kurang terkenal, tapi menurutku pada waktunya itu akan berubah karena semakin banyak dari kami yang bermain game. Kami bisa sekuat laki-laki," ujar Lim. Dia bermain dalam sebuah tim beranggotakan perempuan yang diberi nama We.Baeters yang tersebar di Malaysia dan Singapura.
Sementara Valerie Ong, tertarik bermain video game setelah mendukung temannya yang juga perempuan dalam sebuah kompetisi. "Sangat keren dan inspiratif menontonnya bermain, karena dia bisa mengalahkan banyak lawan dan benar-benar menyokong timnya dalam banyak pertandingan," ujar Valerie.
Selain itu, bermain video game juga membuat Valerie bisa berinteraksi dengan banyak pemain di dunia. Permainan jadi lebih menyenangkan karena dia bisa bercanda sambil terus bermain.
Penghasilan para gamer perempuan profesional juga tidak main-main. Mantan pemain game profesional Reia Ayunan bisa menghasilkan USD 2.800 dalam sebulan yang sebagian besar berasal dari sponsor. Dia bahkan tengah bekerja sama dengan pembuat video game Ubisoft dan membuat konten game yang bertujuan menarik lebih banyak wanita.
Tetapi tidak semua hal selalu positif bagi para gamer perempuan karena adanya pelecehan online. "Aku berubah menjadi meme dan bahkan menjadi korban pelecehan seksual online. Begitu kalian terkenal dan diperhatikan akan selalu ada orang yang membencimu, mencari kesalahan. Komunitas bermain game bisa sangat toxic," ujar Ayunan.
Para ahli pun menyarankan untuk menggunakan username yang tidak mengandung nama asli atau informasi lain yang bisa mengungkapkan identitas saat membuat akun dan profil. (*)