![]() |
Posted on August 29th 2020 |
Obat dan vaksin Covid-19 saat ini masih belum ditemukan. Meski beberapa perusahaan yang mengembangkan vaksin telah mendapatkan hasil uji coba klinis yang cukup menjanjikan, tetapi belum ada satupun yang terbukti dapat secara efektif melawan virus SARS-Cov-2.
Satu-satunya cara yang bisa dilakukan saat ini adalah dengan mengikuti pedoman protokol kesehatan yang dibuat oleh para ahli kesehatan. Mulai dari mengenakan masker di tempat umum, menjaga jarak setidaknya 1,8 meter, dan rajin mencuci tangan dengan sabun.
Namun bagaimana jika ternyata menjaga jarak sejauh 1,8 meter tidak cukup ampuh untuk melindungi dari infeksi virus SARS-Cov-2? Para ahli kesehatan pun tengah melakukan evaluasi terhadap pedoman jarak yang aman untuk mencegah Covid-19.
Dilansir dari The Washington Post, dalam analisis yang dipublikasikan di BMJ, mereka menyebut jika menjaga jarak 1,8 meter hanya sebuah permulaan. Semakin luas suatu area selalu lebih baik. Terutama di dalam ruang yang memiliki ventilasi buruk.
Menurut para ahli, faktor lain seperti sirkulasi udara, ventilasi, lama paparan, kepadatan kerumunan, apakah orang-orang menggunakan masker, dan apakah orang hanya diam, berbincang, berteriak atau bernyanyi juga harus dipertimbangkan dalam menilai apakah jarak 1,8 meter cukup.
“Aku pikir enam kaki (1,8 meter) adalah angka yang bagus, tetapi kami perlu menyampaikan jika ini hanyalah titik awal. Lebih dari enam kaki juga tidak berarti risiko menjadi nol,” ujar Linsey Marr, seorang profesor teknik sipil dan lingkungan di Virginia Tech yang memperlajari virus airborne namun tidak terlibat dalam penelitian ini.
Aturan jaga jarak 1,8 meter sendiri merupakan hasil penelitian pada 1800-an dari seorang ahli biologi Jerman bernama Carl Flugge. Dia menemukan jika droplet yang mengandung mikroba dapat melakukan perjalanan.
Sayangnya hipotesis ini melewatkan partikel yang terlempar sangat jauh, khususnya partikel yang tidak terlihat oleh mata telanjang, gumpalan kecil dari cairan tubuh dan virus yang melayang di udara sebagai aerosol.
Jika memang benar virus SARS-Cov-2 dapat melayang di udara sebagai uap, asumsi awal soal jarak aman jadi tidak sesuai. Penularan melalui udara memang belum terbukti, tetapi sejumlah ahli melihat bukti persuasif dalam peristiwa penyebaran super pada orang-orang yang berjarak beberapa meter dari sumber infeksi.
“Jarak saja tidak akan menyelesaikan masalah aerosol. Jika kalian berada di satu ruang, kalian kan terinfeksi. Berada di luar ruangan, menjaga jarak, dan menggunakan masker dengan baik adalah satu-satunya cara yang mendekati solusi terbaik,” ujar ahli aerosol Universitas Colorado Joes-Luis Jimenez.
Sebuah latihan paduan suara di Negara Bagian Wahington pada Maret lalu menjadi sebuah kluster baru setelah seorang penyanyi menyebarkan virus corona pada 52 orang. Infeksi ini bahkan mencapai seseorang yang berjarak 45 kaki (13,7 meter).
Pedoman soal jarak ini juga tidak sama di berbagai negara. Di Amerika, CDC menyarankan agar orang menjaga jarak setidaknya 1,8 meter dari orang yang tidak tinggal serumah. Sementara WHO menganjurkan jaga jarak 1 meter dan beberapa negara di Eropa meminta warga menerapkan social distancing sejauh 1,5 meter.
Selain jarak, kunci lain adalah pergerakan udara. Menurut Lydia Bouruiba, penulis di laporan BMJ yang mempelajari dinamika cairan dari penyakit menular dari Massachussetts Institute of Technology mengatakan bukan hanya jarak yang perlu dipikirkan, tetapi juga aliran udara.
Marr pun menganalogikan pergerakan ini sebagai asap dari para perokok. Semakin jauh jarak dari perokok, orang cenderung lebih sedikit terpapar asap karena berubah menjadi encer. Tetapi, asap ini tidak berhenti pada jarak 1,8 meter.
Bourouiba bersama para rekannya pun membuat sebuah bagan untuk menggambarkan skenario yang dapat menilai risiko rendah, sedang atau tinggi. Bagan ini dimaksudkan agar orang-orang bisa mengevaluasi risiko relaif dengan cara yang lebih baik.
“Jika kalian berada di luar, ventilasinya sangat baik, udara terbuka, tidak ada titik stagnasi dalam aliran udara dan orang-orang menggunakan masker,” jelas Bouruiba mencontohkan. Meski begitu, dia tetap menyarankan agar pertemuan tetap berjalan singkat dan menghindari kerumunan.
Namun Bourouiba mengingatkan jika bagan ini didesain sebagai pedoman untuk orang yang tidak bergejala. Ini tidak termasuk faktor lain seperi dalam ruang atau pada orang-orang yang rentan terhadap virus.
Masalah durasi singkat pun masih belum jelas. Orang menyebut antara 5 hingga 15 menit, tetapi masih belum ada cukup bukti ilmiah untuk dikatakan. Hal ini dikarenakan waktu berkaitan dengan dosis.
Semakin lama seseorang berdekakatan dengan orang lain, semakin besar pula poensi terpapar virus. Para peneliti masih bekerja untuk menentukan berapa jumlah minimal dosis yang diperlukan virus SARS-Cov-2 untuk menginfeksi.
Terkait apakah virus penyebab Covid-19 ini bisa melayang di udara, WHO masih belum memberikan jawaban pasti. Tetapi mereka mengakui jika dalam kondisi lingkungan tertentu penularan virus dapat terjadi melalui udara, seperti saat melakukan prosedur medis yang menghasilkan aerosol kecil yang mengandung virus.
Jadi guys, hanya menjaga jarak saja masih belum melindungi kalian dari Covid-19 ya. Menjalankan seluruh protokol terkait pandemi, seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan, hingga menghindari ruangan berventilasi buruk juga wajib dilakukan ya. Ingat selalu JAJACUTAPAMA, Jaga Jarak, Cuci Tangan, dan Pakai Masker.(*)