Current Issues

Please Pakai Masker! Pinta Penyintas Covid-19 yang Belum Bisa Hidup Normal

Masih Muda, Dinyatakan Sembuh, Tapi Gejala Masih Ada

Dwiwa

Posted on July 20th 2020

 

Banyak orang muda yang berpikir jika diri mereka sehat dan tidak mungkin terpapar Covid-19. Jikapun terpapar, ada keyakinan jika gejala yang muncul hanya ringan, tidak separah mereka yang berusia lanjut. Namun benarkah demikian?

Dilansir dari CNN, sejumlah pasien yang berhasil sembuh dari Covid-19 membagikan kisah mereka. Mereka telah dinyatakan sembuh dan tidak lagi dirawat di rumah sakit, tetapi kehidupan mereka tidak kembali normal. Padahal usia mereka masih di bawah 30 tahun.

Daniel misalnya. Peneliti lingkungan berusia 28 tahun ini terkena Covid-19 tiga bulan lalu dan menghabiskan waktu seminggu di kasur. Namun meski kini dinyatakan negatif, kehidupannya masih belum kembali normal seperti sebelum terinfeksi. Dia masih merasakan kelelahan yang ekstrim.

Setiap hari dia mengalami brain fog (kabut otak), kesulitan konsentrasi dan bermasalah dengan ingatan jangka pendek hingga membuatnya kesulitan membaca, menulis dan berbicara. “Bernapas menjadi sangat sulit. Aku merasa tidak memiliki kapasitas napas penuh. Jika aku berjalan dalam satu menit, aku merasa sangat lelah,” ujarnya.

Tidak hanya itu saja, di bulan keempat setelah terinfeksi Covid-19, dokter tidak menyarankan Daniel untuk bekerja secara penuh. Apalagi gejala yang dialaminya menetap dan parah. Dia sempat merasakan sensasi sesak di dada hingga merasa tidak bisa bernapas. Bahkan ketika mengemudi, Daniel merasa akan pingsan dan harus menepi untuk memanggil ambulans agar menjemputnya.

Menurutnya, rasanya seperti terjebak diantara sakit dan sehat. Dia memiliki penyakit yang masih sulit ditentukan oleh paramedis dan tidak jelas apakah aman untuknya berhubungan dengan orang lain atau sebaliknya. “Rasanya seperti terkena kusta, sungguh,” ujarnya.

Cerita lain datang dari penulis TV berusia 28 tahun Morgan Swank. Dirinya dinyatakan positif memiliki antibodi Covid-19 pada April, namun paru-parunya telah rusak akibat batuk yang parah selama sebulan. Kehidupannya pun jadi bergantung pada inhaler Albuterol.

“Saya harus menggunakan inhaler setiap beberapa menit untuk menyegarkan paru-paru,” ujarnya melalui sambungan telepon. Bahkan hanya untuk sekadar berbicara saja sudah menjadi sebuah perjuangan untuknya. Kekhawatiran terbesarnya adalah akan kembali sakit dan sistem kekebalan tubuhnya yang sekarang tampaknya sudah terganggu.

Ilustrasi memakai masker.

 

“Aku sangat berharap orang diluar sana mengenakan masker setiap waktu. Jika aku mengalami infeksi pernapasan seperti flu dan paru-paruku rusak karenanya, aku mungkin harus dirawat di rumah sakit,” ujarnya.

Kisah lain datang dari Jordan Josey. Dilansir dari CNN, pengacara berusia 29 tahun ini bahkan mengalami positif Covid-19 hingga dua kali. Josey pertama kali dinyatakan positif pada 1 April. Infeksi pertama ini membuatnya merasa seperti tercekik. Sebagian paru-parunya bahkan mengalami kolaps.

“Virus corona mengambil semua energi kalian sepenuhnya. Kalian selalu merasa pusing dan lelah. Aku bisa tidur 13 jam,” ujarnya. Setelah dinyatakan sembuh dan memiliki antibodi, Josey pun mendonorkan plasma darahnya untuk membantu orang lain.

Tetapi pada akhir Juni, kabar buruk menghampiri. Untuk kedua kalinya, dia terinfeksi oleh penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 tersebut. Menurut dokter, tidak ada tanda-tanda ini merupakan infeksi baru. Diperkirakan ini adalah virus lama yang kembal aktif.

Hal yang membuatnya kesal adalah orang-orang yang percaya jika mereka akan baik-baik saja setelah terinfeksi dan dinyatakan positif memiliki antibodi. “Aku tidak mempercayainya. Dokter bahkan mengatakan aku mungkin akan mendapatkan hasil positif untuk ketiga kalinya,” tambahnya.

Selain dirinya, sang istri juga dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Hal ini membuat Josey yakin penyakit ini bukan lelucon. “Aku muda dan sehat, dan semua ini terjadi padaku. Virus corona menjadi ancaman yang lebih besar daripada ketika aku sakit. Dan itu semua berhubungan dengan orang-orang pergi ke bar dan klub malam dan pesta besar,” lanjutnya.

Kevin Garcia yang tinggal di New York juga memiliki cerita nyaris sama. Dinyatakan sembuh dari Covid-19 tidak membuat hidupnya normal kembali. Dia hanya berfungsi 75 persen dan untuk menaiki tangga saja sudah menjadi sebuah tantangan besar. Aktivitas lamanya yang padat, kuliah, kerja paruh waktu, hingga hangout rasanya sudah tidak sanggup lagi dia lakukan.

Gejala itu muncul pada 25 Maret dimana dia merasa ada yang aneh di tubuhnya dan harus memanggil ambulans. Dalam waktu satu setengah minggu, tubuhnya kesakitan, kelelahan dan mengalami gangguan sistem pencernaan, yang berhasil dilaluinya. Tetapi tetap saja, hidupnya tidak bisa seperti dulu.

Hal ini membuatnya memiliki keinginan kuat untuk menghilangkan narasi konvensional yang menyebut orang muda bisa terinfeksi, mendapatkan imunitas dan kembali ke kehidupan lama. Dia juga ingin dunia tahu jika gejala pasca Covid-19 bukanlah imajinasi.

“Kalian tidak diberi tahu jika orang-orang dengan Covid memiliki kecemasan. Kami gugup. Kami memiliki penyakit yang kalian tidak cukup tahu. Kami bertahan, dan sekarang memiliki gejala yang muncul dan hilang. Aku harap ini tidak menjadi kronis dan aku tidak terbaring di tempat tidur. Aku masih memiliki masa depan panjang,” ujar mahasiswa yang baru berusia 25 tahun pada Desember mendatang.

Dia pun memiliki pesan yang sangat penting untuk orang-orang yang berada satu generasi dengannya. Meski pandemi ini bersifat sementara, tetapi jangan mempertaruhkan nyawa. Sebab siapa saja bisa mati karenanya. Karena itu, dia meminta orang-orang, terutama generasinya untuk memakai masker, menghindari kerumunan, mencuci tangan, dan jangan menyentuh wajah.

“Aku pikir tidak ada seorangpun yang melihat kematian seseorang dalam satu dua jam sebagai sebuah kesenangan. Kita bisa bersenang-senang setelah semua ini selesai. Sekarang adalah waktunya untuk mengorbankan sedikit waktu,” imbuhnya.

Dalam BIO International Convention di bulan Juni lalu, dokter Anthony Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease mengatakan jika ada potensi kerusakan permanen pada paru-paru termasuk jaringan parut dan menurunnya kapasitas pernapasan.

“Hal yang masih belum kami ketahui sepenuhnya adalah apa yang terjadi setelah kalian terinfeksi dan mengalami penyakit serius dan kalian sembuh? Kami belum mengetahui apakah ini adalah kesembuhan total atau hanya parsial, jadi ada banyak yang perlu dipelajari,” ujar Fauci.

Dari kisah-kisah para survivor Covid-19 muda tersebut setidaknya ada satu kesimpulan penting yang bisa diambil. Covid-19 bukan sesuatu yang bisa diremehkan. Sebagai generasi muda dengan masa depan panjang, rasanya bukan hal yang bijak mempertaruhkan masa depan dengan menantang penyakit ini.

Jadi, mulai saat ini berjanjilah untuk lebih peduli pada diri sendiri. Gunakan masker ketika meninggalkan rumah maupun bertemu orang asing. Kantongi hand sanitizer saat keluar rumah untuk berjaga jika tidak ada sabun dan air serta jaga jarak dengan orang lain setidaknya dua meter. Hal sederhana ini mungkin bisa jadi investasi yang akan sangat kita syukuri di masa depan. (*)

Artikel Terkait
Current Issues
1 Dari 5 Kasus Covid-19 di Amerika Serikat Berusia 20-an

Current Issues
BPS: Makin Banyak Orang Memakai Masker, Tetapi Tidak Semuanya Mencuci Tangan

Current Issues
Bersiap Kembali ke Sekolah? 5 Hal Ini Wajib Kalian Siapkan