![]() |
Posted on May 30th 2020 |
Ilmuwan di seluruh dunia tengah berlomba dengan waktu untuk menciptakan vaksin dan obat Covid-19. Meski demikian, perkembangan obat Covid-19 tidak lebih lancar dari pengembangan vaksin Covid-19.
Sebelum menemukan obat Covid-19 yang sesungguhnya, selama ini banyak ilmuwan yang menjadikan obat-obatan yang sudah ada sebagai treatment sementara bagi penderita Covid-19. Dua di antaranya adalah hydroxychloroquine dan remdesivir yang pada awalnya digunakan untuk penyakit lain.
Penggunaan kedua obat ini, juga obat-obatan lainnya untuk meningkatkan kemampuan regenerasi pasien Covid-19 ternyata berdampak terhadap pasien penyakit lain yang juga membutuhkan obat tersebut.
Salah satu penyakit yang menggunakan hydroxychloroquine sebagai obatnya adalah lupus. Hydroxychloroquine juga digunakan untuk pengobatan malaria dan mengurangi efek dari rheumatoid arthritis. Dengan makin banyaknya jumlah pasien Covid-19 yang mengonsumsi hydroxychloroquine, pasien-pasien penyakit lain menjadi lebih kesulitan dalam mengobati penyakit mereka.
Dr. Sam Lim, seorang rheumathologis mengatakan, manfaat hydroxychloroquine pada pasien Covid-19 masih diperdebatkan, sementara dampak negatif penggunaannya sudah jelas. "Pasien yang terinfeksi Covid-19 tidak benar-benar perlu mengonsumsinya (hydroxychloroquine) dan menyebabkan kelangkaan suplai," ujar Dr. Lim.
Lupus sendiri adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis pada beberapa organ tubuh penderitanya, seperti kulit, persendian, ginjal bahkan otak. Lupus adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan, sehingga penderitanya harus terus mengonsumsi obat untuk meringankan gejala penyakitnya hingga seumur hidup.
Mei ini merupakan Bulan Peduli Lupus semestinya menjadi saat yang monumental untuk meningkatkan kesadaran publik akan penderita lupus di sekitar mereka.(*)