Current Issues

Ini yang Terjadi Saat Coronavirus Masuk Tubuh Manusia

Dwiwa

Posted on April 22nd 2020

 

Virus SARS-Cov-2 telah menginfeksi lebih dari 2,5 juta orang di dunia dengan tingkat kematian menembus angka 170 ribu. Dari jumlah kasus positif tersebut, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis dan harus mendapatkan perawatan intensif.

Sementara beberapa lainnya, bahkan tidak menimbulkan gejala dan sering menjadi agen penularan yang tidak terdeteksi.

Sebuah penelitian terbaru menyebut jika sekitar 80 persen dari orang-orang positif corona virus disease 2019 (Covid-19) adalah silent carriers, memiliki gejala ringan atau bahkan tidak sama sekali.

Tetapi untuk menemukan proporsi pasti dari orang-orang tanpa gejala ini, diperlukan tes yang lebih luas terhadap seluruh populasi. Ini merupakan hal yang belum bisa dilakukan. Dikutip dari Cnet, berikut beberapa hal yang terjadi pada tubuh ketika SARS-Cov-2 menginfeksi.

Apa yang terjadi saat virus corona masuk tubuh?

Seperti virus yang lain, SARS-Cov-2 harus memasuki sel tubuh manusia untuk bisa berkembang biak dan bertahan hidup. Untuk itu, partikel terluar virus harus menempel pada reseptor protein yang cocok yakni ACE2. Kalau dibayangkan, reseptor ini seperti kunci dan gembok. Nah, reseptor ACE2 tersebut normalnya ditemukan di paru-paru, ginjal, hati dan usus.

Ketika seseorang terinfeksi virus, butuh waktu hingga 14 hari untuk gejala bisa muncul (jika memang ada). Ini biasa dikenal sebagai masa inkubasi. Di sinilah sistem kekebalan tubuh berperan penting. 

Jika memiliki sistem imun yang bagus selama masa inkubasi, infeksi bisa dicegah. Sistem imun akan memerangi virus dan mengurangi jumlahnya di dalam tubuh. Termasuk mencegahnya untuk masuk ke paru-paru.

Respon dasar imun

Ketika ada kuman masuk, sistem imun menyediakan dua garis perlindungan. Pertahanan pertama berupa sistem bawaan dan termasuk hambatan fisik seperti kulit, dan selaput lendir (selaput di tenggorokan dan hidung). Berbagai protein dan molekul yang ditemukan di jaringan, termasuk sel darah putih juga akan menyerang organisme penyusup. Respon imun ini bersifat umum, tidak spesifik dan dimulai dengan cepat.

Anak-anak memiliki sitem imun yang belum matang. Namun sebuah hipotesis menjelaskan sistem yang belum matang inilah yang menjadi penyebab mereka lebih kebal terhadap Covid-19. Disebutkan jika sistem imun ini justru mampu menghalau virus corona lebih baik dibanding orang dewasa. 

Sementara pertahanan kedua adalah respon imun adaptif. Sistem kekebalan tubuh ini memang lebih lambat dalam bekerja. Tetapi ketika sudah stabil, sistem ini akan lebih efisien dalam menghancurkan infeksi spesifik saat kembali menemukannya.

Diperkirakan bahwa kondisi genetik seseorang juga memiliki peran terhadap tingkat keparahan saat sakit. Mereka yang bisa menghasilkan respon imun adaptif lebih cepat membuat tubuh dapat mengenali virus selama masa inkubasi dan menyingkirkannya.

Seseorang juga harus dalam kondisi sehat agar bisa menghasilkan respon imun yang cukup melawan infeksi.

Apa yang terjadi setelah masa inkubasi?

Ketika virus SARS-Cov-2 berhasil bertahan melewati benteng pertahan pertama (hidung, mata, tenggorokan), virus mungkin akan mulai turun ke saluran pernafasan dan paru-paru.

Di paru-paru, virus menempel pada reseptor ACE2 dan terus memperbanyak diri, memicu respon imun untuk membersihkan sel-sel yang telah terinfeksi. Jumlah virus yang masuk mungkin menjadi faktor lain yang menentukan keparahan penyakit.

Selama pertarungan antara virus dan sistem imun berlangsung, jalan nafas yang terinfeksi akan menghasilkan cairan dalam jumlah banyak yang memenuhi kantong udara.

Ini membuat ruang untuk mentransfer oksigen ke aliran darah dan menghilangkan karbon dioksida menyempit. Gejala pneumonia akan mulai muncul. Misalnya demam, batuk dengan dahak hingga sesak nafas.

Pada sebagian orang, respon sistem imun yang berlebihan atau berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya cytokine storm, reaksi berlebihan yang menyebabkan banyak peradangan dan kerusakan organ. Reaksi ini bisa berakibat fatal. Cytokine sendiri merupakan protein yang mengirimkan sinyal ke sistem imun untuk membantu mengarahkan respon.

Pada pasien Covid-19, termasuk SARS dan MERS, kondisi ini menyebabkan terjadinya sindrom gangguan pernafasan akut (ARDS), yakni ketika cairan menumpuk di paru-paru. Hal tersebut menjadi penyebab kematian paling umum pada Covid-19.

Orang-orang lanjut usia dan yang memiliki kelainan paru-paru kronis lebih mungkin mengalami ARDS dan pada berakhir kematian. Hal ini diperkirakan akibat orang-orang tersebut memiliki reseptor ACE2 yang lebih sedikit di dalam paru.

Lho kok bisa? Memang benar virus corona butuh reseptor ACE2 untuk bertahan dalam tubuh manuia. Tapi bagi tubuh manusia, reseptor ACE2 juga dibutuhkan. Dia memiliki peran penting dalam mengatur respon imun, khususnya dalam mengelola tingkat peradangan yang terjadi.

Jadi, berkurangnya reseptor ini pada orang lansia membuat mereka menjadi lebih berisiko terhadap cytokine storm dan penyakit paru-paru yang parah. Sebaliknya pada anak-ana resptor ini lebih banyak sehingga mungkin menjelaskan bagaimana mereka menjadi tidak gampang sakit.

Pada beberapa kasus, obat-obatan yang bekerja untuk menekan sistem imun berhasil mengobati respon imun yang berlebihan pada pasien Covid-19.

Bisakah orang tanpa gejala menularkan?

Beberapa penelitoan menunjukkan jika orang-orang dengan Covid-19 cenderung memiliki viral load yang tinggi dan akan muncul gejala tak lama setelahnya. Ini menunjukkan jika mereka bisa menularkannya saat pertama kali sakit hingga 48 jam sebelumnya, sebelum mulai muncul gejala.

Namun, tidak ada bukti yang jelas jika orang-orang yang tidak pernah mengalami gejala, dapat menularkannya. Peneliti dan klinisi pun tengah mengejar waktu untuk bisa segera memahami hubungan rumit antara sistem imun manusia dan SARS-Cov-2.

Artikel Terkait
Current Issues
Banyak yang Sembuh Lalu Positif Lagi, Bisakah Kita Tertular Covid-19 Dua Kali?

Current Issues
Mirip Generasi Pertama, Ilmuwan Temukan Jenis Sel Tubuh yang Rentan SARS-Cov-2

Current Issues
WHO: Tak Ada Bukti Orang Sembuh dari Covid-19 Jadi Kebal terhadap Infeksi Kedua