Current Issues

Coronavirus Bikin Para Pekerja Industri Musik Perhatian pada Kesehatan Mentalnya

Dwiwa

Posted on April 4th 2020

Meluasnya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) membuat banyak pertemuan masal dibatalkan. Akibatnya, ada banyak sektor industri yang harus menunda atau bahkan membatalkan kegiatannya. Salah satu sektor yang terdampak cukup signifikan adalah industri musik.

Banyak konser dan festival terpaksa harus dibatalkan. Peluncuran album juga harus ditunda sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Pendapatan para pekerjanya, baik sang artis maupun pekerja industri musik yang lain turun drastis.

Tidak hanya pendapatan saja yang mengalami krisis, kondisi ini rupanya juga berpengaruh terhadap kesehatan mental mereka. Para pekerja industri musik pun banyak yang memilih untuk bergabung dengan support group digital dan jaringan informal untuk membantu mereka melewati krisis ini.

Berbagai organisasi maupun support group saling bergandengan tangan untuk membantu para pekerja industri musik. Backline, sebuah organisasi yang menyediakan ahli kesehatan mental untuk para pekerja musik profesional, salah satunya.

Meski baru dibentuk tahun lalu, Backline secara cepat dapat mengetahui kebutuhan para pekerja akan jalan keluar yang terjadi akibat pandemi ini. Organisasi ini pun sudah membuat support group Zoom seminggu dua kali bersama dengan grup Facebook.

Selain itu, organisasi Zack Borer ini juga terlibat dalam Tour Health Research Initiative (THRIV). Di mana mereka memberikan pekerja musik kesempatan untuk melampiaskan ketakutan dan frustasi yang juga mengalami perasaan dislokasi dan bahkan kepanikan selama krisis.

Meskipun jumlah sumber penghasilan para pemusik profesional terus mengalami penurunan akibat pandemi, masalah kesehatan mental dan kesejahteraan mendapatkan perhatian yang lebih sedikit.

Direktur Backline Zack Borer juga membuat support group, yang difasilitasi bersama dengan salah satu pendiri THRIV dr Chayim Newman. Mereka memberikan konsulasi yang sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang hanya memerlukan ruang untuk melampiaskan ketakutan dan rasa frustasinya.

Berdasarkan keterangan Zack, dalam setiap sesi konsultasi jumlah peminatnya bervariasi. Paling sedikit ada 20 orang dan bisa sampai 150 orang yang berasal dari berbagai belahan dunia yang bergabung di setiap sesi.

Support Group ini cukup populer sehingga muncul inisiatif Backline untuk memperluasnya dengan memasukkan sesi meditasi mingguan dan latihan pernafasan gratis. Inisiatif yang muncul akibat Coronavirus ini berkerja sama dengan perusahaan emotional fitness Frequency.

Tidak hanya itu, bersama dengan Fit On Tour, akan ada kelas yoga gratis yang bisa diikuti setiap minggunya, yang juga menawarkan layanan konsultasi dan pelatihan untuk para pekerja tour profesional.

“Kami tidak berusaha memberi solusi atas apa yang tengah dihadapi orang-orang, tetapi membuat komunitas di mana masing-masing dari kami dapat mengakses kerentanan emosional kami sendiri selama masa-masa yang menantang ini,” ujar Zack.

Dia memperlihatkan bawah banyak orang-orang dalam industri musik dibanjiri pekerjaan dalam kondisi normal, dan biasanya tidak memiliki waktu ataupun ruang untuk menyadari bahwa kebutuhan mental dan emosi mereka tidak terpenuhi. Dalam waktu singkat, sebagian besar kehidupan itu berubah menjadi terisolasi di rumah.

Salah satu musisi yang bergabung dalam sesi virtual Backline/THRIV ini adalah Storry, asal Toronto Kanada. Penyanyi ini akhirnya berhasil menorehkan namanya dalam nominasi Juno Award 2020 setelah melalui perjuangan panjang.

Namun akibat Coronavirus, perjuangan panjangnya selama ini terasa kembali ke awal lagi. “Aku pikir semua ini telah mempengaruhiku lebih dari apa yang kupikirkan,” ujar Storry. Keberadaan sesi support group ini pun terasa sangat membantu bagi dirinya,

 

Shown Makers Symposium

Selain Backline, Shown Makers Symposium juga menjadi salah satu organisasi yang menawarkan perawatan kebutuhan kesehatan mental pekerja musik. Organisasi ini telah mulai membuat berbagai seri untuk webinar live secara gratis yang diberi nama I’m Wth the Crew. Webinar ini dibuat untuk membantu para pekerja di belakang layar dalam tour untuk dapat mengelola stres mental dan emosi yang dibawa oleh Covid-19.

“Ada perbedaan yang sangat mencolok dalam menangani kru dan orang-orang produksi,” ujar Tamsin Embleton, seorang psychotherapist yang menjadi salah satu tamu di webinar. Bagi para pekerja tour profesional, pandemi ini sangat berpengaruh terhadap finasioal mereka.

Namun di balik itu semua, menurut salah satu host I’m With the Crew, Misty Roberts, dipisahkan dari komunitas mereka di jalanan diibaratkan seperti keluarga yang mengalami disfungsi, menyebabkan kecemasan yang lebih besar.

Hal ini dikarenakan mereka memiliki koneksi emosional yang kuat dengan industri musik, sehingga dapat memberikan rasa sakit yang lebih kuat. “Kami menyadari sejak awal bahwah ketahanan mental adalah kebutuhan yang mendesak disamping kemampuan memenuhi kebutuhan ekonomi,” ujar Jim Digby, salah satu pendiri Show Makers Symposium.

Selama krisis ini pun jaringan dalam industri telah membuat cara baru untuk berkomunikasi secara tidak formal. Dikutip dari Billboard, Aubrey Wright, manajer tur yang telah bekerja dengan musisi seperti Kanye West dan Martin Garrix bahwa dia telah menjadi bagian dari panggilan harian bersama dengan 25 teman tur paling dekat. Panggilan ini juga menjadi pengalih perhatian dari siklus berita suram.

“Untuk sebagian besar orang, mereka berpikir ‘saya tidak punya penghasilan, punya tagihan, tidak ada yang terjadi, tidak ada satupun yang tahu kapan ini berakhir,” ujar Aubrey. “Aku pikir secara mental ini akan sangat mempengaruhi banyak orang”.

Momen ini menjadi semacam titik balik bagi para pekerja industri bertekanan tinggi yang secara tradisional memberikan lebih sedikit perhatian terhadap kebutuhan mental. Menurut terapis trauma Taryn Longo, krisis ini mungkin bisa membuka peluang untuk membuat industri jadi lebih sehat di masa depan.

Krisis ini membuat kita menjadi lebih banyak terhubung dengan orang lain karena rasa kemanusiaan. Jadi ketika industri kembali hidup, seharusnya perikemanusiaan akan lebih banyak terlibat dalam industri.

Sementara itu, Zack justru mengkhawatirkan jika saat semua kembali normal, maka orang-orang juga akan kembali ke kebiasaan semula. “Aku berharap jika jeda ini dapat membuat orang dapat lebih memahami kerentanan dan ketakutan mereka sendiri sehingga kami dapat membantu mengeluarkan dan mulai menghadapinya dengan cara berbeda,” tuturnya.(*)

Artikel Terkait
Current Issues
Kepanikan Massal Akibat Corona Bisa Picu Gangguan Kecemasan

Current Issues
Ahli: Nostalgia Senjata Ampuh Menghadapi Social Distancing

Current Issues
10 Cara Mengurangi Stres Gara-gara Coronavirus dari Pakar Kesehatan Mental