|
Posted on November 6th 2019 |
Kemarin (5/11) warganet, khususnya para Jakmania dihebohkan dengan tagar #savebepe. Bepe dianggap tidak loyal dengan membesarkan namanya tersebut. Lantaran motivasinya "bermain" selama ini bukanlah kecintaan terhadap tim, tetapi keluarga.
Di tengah hebohnya kesalahpahaman tersebut, Bepe auto dibela rekan satu timnya dan beberapa supporter yang mendukungnya dengan tagar #SaveBepe. Bepe juga langsung mengutarakan bukannya nggak loyal sama tim, "tapi tentang bagaimana menyentuh emosi terdalam seorang pemain".
"Kecintaan kita terhadap klub ini tidak sama, namun kecintaan kita terhadap sepak bola dan keluarga, saya pikir sama. Jadi jangan bermain untuk Persija Jakarta, tapi bermainlah untuk diri kalian, anak, istri, pacar, dan orang tua kalian. Ketika kita bermain untuk orang-orang yang kita cintai, maka hal-hal baik akan datang" itulah ungkapan Bepe kepada para pemain Persija sebelum kick-off laga Persija vs Arema, 2 Juni 2017 lalu. Ungkapan itulah yang dianggap sebagai "kambing hitam" atas mandeknya prestasi Persija Jakarta, yang kini berada di peringkat bawah di Liga 1.
Bepe menilai, untuk membakar semangat timnya tidak mungkin bisa hanya dengan "Bermain untuk persija" tetapi juga keluarga. "Mengapa? karena secara naluri, manusia rela melakukan apa saja jika sudah berkaitan dengan keluarga," ungkap Bepe dalam tulisannya di blog pribadi.
Bepe mestinya nggak salah, soalnya di teori Abraham Maslow soal Hirarki Kebutuhan Manusia menunjukkan bahwa di atas kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) manusia butuh juga keamanan, cinta dan juga rasa memiliki-dimiliki.
Nah, sumber utama yang bisa menyediakan ketiga hal tersebut adalah keluarga. Jadi pada dasarnya, keluarga punya posisi dan nilai yang sangat penting bagi setiap manusia. Dan jangan lupa, pemain bola juga manusia kan.
Jadi ketika Bepe menyemangati timnya dengan ngajakin buat "inget keluarga", coba kamu ingat juga kalau lagi ujian atau lomba, motivasi kalian apa coba? Bikin bangga papa mama dan si dia kan? Hehehe
