Current Issues

Rindu Bau Hujan dan Seruak Kenangan

Mirza Ahmad

Posted on October 14th 2019

Di tengah cuaca yang panas menyengat beberapa hari ini, mungkin kalian tetiba kangen hujan. Kangen main bareng teman pas masih kecil ketika hujan datang. Tanpa disadari, terkadang kita memang merindukan hujan. Baunya, anginnya, suasananya hingga momennya.

Rindu pada hujan bukan hanya menghinggapi generasi kita. Kondisi seperti ini sebenarnya sudah berlangsung dari zaman moyang kita. Kondisi kangen hujannya ya, bukan baper galaunya.

FYI, musim hujan tahun ini sudah dekat. Akhir Oktober ini diprediksi sudah bakal hujan. Tapi, BMKG juga memprediksi, hujan mulai merata di Pulau Jawa pada November awal. Oh, Thank God!

Balik ke bahasan Rindu Hujan. Meskipun gejala kangen 'air surga' ini sudah dilalui oleh beberapa generasi, tapi peneliti baru tertarik membahasnya pada medio akhir 1900-an. Persisnya lewat jurnal ilmiah Nature, yang terbit Maret 1964 dengan judul Nature of Argillaceous Odour.

Duo peneliti asal Australia dan Inggris, Joy Bear dan Roderick G. Thomas menemukan semacam bau khusus yang muncul di kala hujan. Catat ya, bau itu dinamai Petrikor atau Petrichor. Asalnya dari Bahasa Yunani.

Kata Petra berarti batu dan Ichor adalah cairan yang mengalir di pembuluh darah para dewa Yunani Kuno. Nama keren dari Yunani itu disematkan lantaran dianggap mewakili hasil penelitian Bear dan Thomas. 

Nah, zat petrikor ini nggak ada di dalam hujan guys. Zat ini asalnya dari tanah. Dia muncul ke udara berupa bebauan setelah terjadi proses kimiawi di dalam tanah. Makanya, kadang kita sering sebut dia dengan istilah 'bau hujan' atau 'bau tanah'. 

Biar nggak ribet, gini penjelasannya. Saat musim panas atau kering, tumbuhan memproduksi cairan tertentu. Di dalam cairan itu ada Actino Bacteria, mikroorganisme yang berperan pada pertumbuhan tanaman. 

Inilah yang kemudian diserap oleh tanah dan bebatuan. Khususnya tanah liat. Saat air hujan turun dan menembus pori tanah, otomatis cairan ini dilepaskan ke udara bersama senyawa lain sejenis alkohol, bernama Geosmin.

Pertemuan antara air hujan dengan gerombolan Geosmin dan cairan khas tanaman itu membentuk Aerosol alias partikel padat di udara yang membawa 'bau hujan' atau 'bau tanah' itu.

Ada juga penelitian lain yang cukup unik. Salah satunya datang dari Massachussetts Institute of Technology (MIT). Pada 2015 lalu mereka meneliti bagaimana aerosol bisa terbentuk cepat saat hujan dengan menggunakan high speed cameras sebanyak 600 kali di 28 jenis permukaan tanah yang berbeda.

Hasilnya, bau hujan lebih besar muncul saat hujan rintik-rintik alias gerimis. Semakin deras hujan, maka semakin sedikit bau hujan yang terhirup. Semakin sedikit pula kenangan muncul. Ouwouwouw.

Nah, bicara soal kenangan. Bau hujan ini memang erat kaitannya dengan nostalgia. Sebab, ada bagian otak tertentu yang punya slot memori bebauan. Hebatnya, slot ini berada di long term memory alias memori jangka panjang. Di sisi lain, juga ada korteks piriformis di dalam otak yang bertugas menyimpan kenangan apapun. 

So, mengenang sesuatu saat hujan itu sesuatu yang wajar, manusiawi, dan umum terjadi pada siapapun. Tergantung kadarnya. Antara kuat bebauan, kemampuan otak, respon emosi, dan kenangan apa yang terlintas.

Btw, playlist yang paling cocok didengarkan sembari menghirup bau hujan apa saja ya? Banyak. Coba dengarkan 'Hujan' dari Utopia saat terasa baper dan galau. Lainnya, 'Puan Bermain Hujan' dari Payung Teduh. Ini cocok bagi yang ingin nostalgia saat kecil.()

 

Artikel Terkait
Current Issues
Waspada, Hujan Ekstrem Diprediksi Terjadi Pertengahan Januari 2020

Interest
BMKG Rilis Peringatan Dini Cuaca Jatim: Waspada Hujan Lebat dan Angin Kencang

Current Issues
25 Kota yang Dilewati Gerhana Matahari Cincin 26 Desember