Fotografer perempuan di kancah stage photography
![]() |
Posted on April 22nd 2019 |
“Jadi fotografer cewek terbilang kerjaan yang cukup unik. Karena jarang banget kan yang mau lusuh, keringetan gitu. Semua orang juga udah berani, nggak ikut gender lagi,” kata Melina Anggraini photographer band .Feast usai acara Kopdar Stage.id spesial hari Kartini.
Dasar jatuh cinta dengan fotografi dimulai kala Anggra (sapaan akrab Melina Anggraini) ‘gila nonton konser’ pada tahun 2007 lalu. Keinginannya cukup simpel. Dirinya ingin ada oleh-oleh yang didapat setiap kali nonton konser. Dan baginya foto merupakan investasi memori tersendiri.
Mengawali karir sebagai fotografer lepas sembari kuliah pada tahun 2013 di Tixperience, pengalamannya di dunia fotografi patut diacungi jempol. Namanya cukup dikenal di dunia stage photography.
Dirinya pernah turut menjadi fotografer Jakarta Concerts pada rentan tahun 2014-2017. Anggra juga pernah terlibat sebagai salah satu fotografer di acara musik kondang, We The Fest (WTF) pada 2017 dan 2018 lalu. Dan seiring perjalanan waktu, saat ini Anggra berkarir sebagai official photographer .Feast.
Cewek berusia 25 tahun itu pun sempat membeberkan keseruan perjalanan dirinya bareng .Feast band asal ibukota yang terkenal dengan lagunya seperti "Peradaban", "Berita Kehilangan". “Ada yang lucu sih pas awal jalan bareng .Feast. Tahun 2015 gue di trial ama mereka, wah seneng banget kan bisa foto band. Eh lagi senang-senangnya setahun kemudian mereka break, hmm gue kayak ditinggal gitu aja. Nah, terus di tahun 2017 gue diajak lagi gabung jadi fotografer mereka, yaudah ayok deh hehe,” tungkasnya diiringi gelak tawa.
Anggra mengakui jadi seorang fotografer panggung atau bahkan jadi seorang fotografer official band itu nggak gampang. Meski keahliannya dalam menjepret serta pengalamannya nggak perlu diragukan lagi. "Karena mostly semua cowok, target musiknya juga cowok. Kadang mereka nggak mau tahu pekerjaan kita sebagai fotografer. Ada crowd, dorong-dorongan, ada ego untuk nonton, tapi mereka juga nggak peduli kalau ada orang yang bekerja untuk mereka," ujarnya.
Anggra juga bukanlah orang yang cukup percaya diri, Anggra agak pemalu. “Kuncinya paksain diri biar berani. Intinya kita harus lawan rasa malu itu. Kalau nggak kita nggak pernah tau hasilnya apa,” cetusnya.
Lebih lanjut menurutnya, seorang fotografer panggung atau band harus menyuguhkan hasil yang spesial tiap memotret momen demi momen. “Aku udah ikut .Feast sekitar 3 tahun. Tentu kebiasaan action mereka saat manggung aku udah tau banget. Tapi, di situlah tantangannya. Sebisa mungkin kita harus bisa mengabadikan foto yang orang lain nggak bisa mengabadikannya. Tentu dengan framing yang anti mainstream,” pungkasnya.
Alumnus Desain Komunikasi Visual Universitas Bina Nusantara (Binus) itu mengakui, jurusan pada saat kuliah sangat membantu dirinya untuk bisa mengembangkan hobi yang jadi profesinya sekarang ini. Hubungan mesra antara desain grafis dan foto memberikan sentuhan manis hasil di tiap jepretannya.
“Desain ngaruh banget sih buat fotografi. Basic desain gue bisa membantu saat editing dan kurasi foto,” tungkas cewek kelahiran tahun 1993 silam. Cewek berzodiak Scorpio itu juga sangat yakin, profesi fotografer ini nggak melulu merujuk pada satu gender, meski lebih banyak laki-laki yang terjun ke industri ini. Dirinya turut berpesan pada semua cewek yang menggeluti bidang foto.
“Jangan berhenti di tengah jalan. Terus coba, coba, dan coba. Walaupun lebih banyak laki-laki dan mungkin kalau kasih kritik terkesan keras. Tapi itu dia, dari situ harus dipikirin bagaimana kritik itu bisa membangun,” seru cewek yang juga membuat buku The Life of Jakarta’s Concert Photographers. (*)