![]() |
Posted on May 14th 2022 |
Pandemi Covid-19 bukan hanya memberikan dampak secara fisik, tetapi juga pada kondisi kesehatan jiwa masyarakat. Hal itu diungkapkan Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan drg. Vensya Sitohang pada konferensi pers di Hotel Conrad, Bali Jumat (13/5). Pada sebagian orang mengalami masalah gangguan mental neurologis dan juga penggunaan zat.
“Kondisi pandemi (Covid-19) memperparah ataupun semakin mempengaruhi kesehatan jiwa,” ujarnya seperti dilansir dari laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan.
Angka prevalensinya meningkat 1 sampai 2 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19. Kelompok yang terpapar dengan gangguan jiwa pun berbeda-beda.
Menurut keterangan psikiater Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K), kelompok orang yang terpapar gangguan jiwa itu berbeda-beda dan memiliki penatalaksanaan yang berbeda pula. Kelompok pertama adalah mereka yang sebelumnya normal atau tidak ada masalah kesehatan jiwa kemudian menjadi memiliki masalah sampai mengalami gangguan jiwa.
Kelompok kedua merupakan orang yang dari awal sudah mengalami masalah kesehatan jiwa, misalnya, pada individu hidup dengan kekerasan di rumah tangga. Kondisi itu membuat mereka jadi begitu dekat dengan pelakunya terus-menerus di rumah tangga, sehingga memperburuk masalah gangguan jiwanya.
Kemudian kelompok ketiga adalah individu yang sebelumnya telah mempunyai masalah kesehatan fisik dan mengalami kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan. Kondisi ini membuat mereka merasa cemas sehingga mengakibatkan penyakit yang dimiliki misalnya kanker, hipertensi, jantung, dan sebagainya menjadi berat. Begitu pula orang-orang dengan gangguan jiwa tidak bisa mendapat akses pengobatan
Kemudian kelompok terakhir merupakan kelompok yang banyak kita temukan di bulan Juli 2021, saat gelombang kedua pandemi Covid-19. Ketika masalah oksigen langka sementara asupan oksigen ke otak itu kurang, bisa saja pada akhirnya menyebabkan gangguan jiwa yang menetap.
“Masalah bunuh diri sebagai contoh, di 5 bulan awal pandemi Covid-19 datang, survei mengatakan bahwa 1 dari 5 orang di Indonesia usia 15 sampai 29 tahun terpikir untuk mengakhiri hidup. Selanjutnya 1 tahun pasca pandemi oleh survei yang berbeda didapatkan data 2 dari 5 orang memikirkan untuk bunuh diri. Dan sekarang di tahun awal 2022 itu sekitar 1 dari 2 orang yang memikirkan untuk mengakhiri hidup,” kata dr. Hervita.
Kesehatan mental sendiri telah menjadi prioritas global. ASEAN plus Three Leader (Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, dan Korea) juga mengakui bahwa promosi kesehatan mental diidentifikasi sebagai salah satu prioritas kesehatan di bawah agenda pembangunan kesehatan ASEAN pasca 2015.
Vensya mengatakan promosi tersebut dilakukan antara lain dengan mempromosikan berbagai model dan praktek efektif tentang program dan intervensi kesehatan mental diantara negara anggota ASEAN, dan peningkatan integrasi program kesehatan mental di tingkat perawatan primer dan sekunder.
“Pandemi juga berdampak pada kesehatan mental dan penting untuk mendapatkan perhatian dari negara-negara di ASEAN, maka dalam rangkaian acara 15th ASEAN Health Ministers Meeting ini menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian masyarakat ASEAN terhadap kesehatan jiwa,” ucapnya.(*)
Foto: Pixabay