Current Issues

Studi: Perubahan Iklim Picu Hewan Bermigrasi dan Tingkatkan Risiko Pandemi Baru

Dwiwa

Posted on May 1st 2022

Di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir, Amerika Serikat dan Tiongkok kini melaporkan adanya kasus flu burung yang menginfeksi manusia. Dan ada kemungkinan wabah-wabah lain akan bermunculan. Bahkan menurut sebuah studi terbaru, perubahan iklim sangat meningkatkan risiko wabah penyakit baru.

Dilansir dari USA Today, hal tersebut diungkap oleh tim peneliti yang menerbitkan studinya di jurnal Nature. Menurut studi tersebut, iklim yang memanas memaksa hewan untuk bergerak di luar wilayah mereka.

Meningkatkan risiko salah satu dari ribuan virus menular yang dibawa dapat ditularkan ke spesies lain yang belum pernah ditemui sebelumnya. Bukan hanya untuk hewan, ini juga menjadi ancaman bagi kesehatan manusia di seluruh dunia.

Peneliti dari Gerogetown University yang ikut memimpin tim, Colin Carlson dan Gregory Albery, memperingatkan jika untuk membatasi interaksi ini, dunia harus mencegah kenaikan suhu dan memantau lebih dekat satwa liar untuk mengidentifikasi virus potensial.

“Perubahan iklim dan pandemi bukan hal yang terpisah,” ujar Carlson, epidemiolog dan asisten profesor kepada USA Today. “Kita harus menganggapnya serius sebagai ancaman real time.”

Makalah mereka merupakan studi besar kedua dalam tiga bulan yang menyerukan tindakan untuk mencegah pandemi berikutnya sebelum menyebar ke manusia.

Sebuah studi yang dirilis pada Februari memperingatkan konsekuensi serupa. Mereka menyimpulkan bahwa jauh lebih ekonomis untuk mencegah pandemi dengan meningkatkan pengawasan virus daripada mengobatinya.

Tim peneliti yang bekerja dengan Carlson dan Albery mensimulasikan pergerakan hewan, faktor risiko, dan wilayah potensial yang dapat mengakibatkan penularan virus baru selama 50 tahun ke depan di bawah berbagai skenario iklim.

Menurut mereka, bahkan pemanasan paling ringan pun bisa mendorong penyebaran penyakit. Dan temuan mereka menunjukkan saat ini hewan sudah bergerak. Wilayah jangkauan burung dan kupu-kupu berubah. Paus kanan mencari makan lebih jauh ke utara.

Carlson mengatakan beberapa hewan dapat menggeser batas mereka sejauh 60 mil atau lebih. Membawa parasit dan patogen mereka ke lubang air dan tempat lain di mana mereka dapat mencemari hewan lain. Dan itu menimbulkan 'ancaman terukur' bagi satwa liar dan kesehatan manusia.

Para peneliti memprediks hotspot ini mungkin terlihat di Asia Tenggara dan Afrika. Mereka menyimpulkan ada kebutuhan mendesak untuk mengkombinasikan pengawasan virus dengan pemantauan perubahan jangkauan hewan, terutama di daerah tropis, yang menyimpan potensi terbesar untuk penularan virus dan mengalami pemanasan yang cepat.

Studi ini hanya berfokus pada mamalia dan tidak termasuk risiko tambahan virus yang dapat berasal dari burung, reptil, dan amfibi.

“Pekerjaan ini memberi kita lebih banyak bukti tak terbantahkan bahwa dekade mendatang tidak hanya akan lebih panas, tetapi lebih sakit,” kata Albery, ahli ekologi penyakit.

Perubahan iklim akan menjadi pendorong terbesar munculnya penyakit, kata para peneliti. Ini juga akan meningkatkan risiko penularan penyakit virus dan di saat yang sama pemanasan suhu diperkirakan akan membuat manusia dan hewan lebih rentan terhadap infeksi. (*)

Foto: Pexels/Gabriella Herlaar

Artikel Terkait
Current Issues
Perubahan Iklim dan Covid-19: Apakah Global Warming Menyebabkan Pandemi?

Current Issues
Selamat Hari Bumi! Ini 5 Hal yang Kita Pelajari dari Bumi Setahun Terakhir

Current Issues
Ilmuwan: Pandemi Baru Bisa Muncul, kecuali Manusia Ubah Perlakuan ke Satwa Liar