![]() |
Posted on November 7th 2021 |
Credit: Cobionix via Gizmodo
Salah satu alasan biasanya orang ragu-ragu melakukan vaksinasi adalah takut jarum. Perusahaan seperti Pfizer sedang mengerjakan bentuk pil dari vaksin Covid-19 sebagai alternatif, tetapi robot juga bisa membantu membuat vaksinasi nggak terlihat menakutkan karena mereka melakukan suntikan sendiri tanpa jarum.
Sebuah perusahaan robotika yang didirikan di Canadian University of Waterloo, Cobionix, membuat platform robotika otonom serbaguna yang dapat dikonfigurasi dan disesuaikan untuk tugas yang tak terhitung jumlahnya. Disebut Cobi, platform itu nggak memerlukan intervensi atau pengawasan manusia, sebuah pendekatan robotika yang mendapatkan popularitas selama bertahun-tahun.
Biasanya, robot dirancang dan diprogram untuk tugas yang sangat spesifik, seperti mengelas rangka pada kendaraan di pabrik mobil. Dalam jangka panjang, robot dibuat khusus agar bisa lebih efektif daripada karyawan manusia, dan mengambil alih tugas yang berpotensi berbahaya bagi manusia untuk dilakukan. Tetapi biaya awalnya sangat mahal, sehingga mustahil digunakan untuk usaha kecil.
Sebagai perbandingan, Cobi, dirancang dan dibangun dengan mempertimbangkan fleksibilitas, dan hanya membutuhkan pembaruan perangkat lunak serta sedikit re-tooling untuk mengubah pekerjaan.
Hal ini memungkinkan robot dibuat secara massal, sehingga membantu mengurangi harga jual. Untuk menunjukkan betapa canggihnya robot itu, penciptanya telah melakukan demonstrasi di mana robot bisa memberikan vaksinasi.
Dalam hal vaksinasi, Cobi menggunakan pendekatan yang lebih ramah. Ia menggunakan teknologi injeksi tanpa jarum yang dikembangkan oleh perusahaan lain. Injeksi itu menggunakan jet cairan bertekanan tinggi, nggak lebih tebal dari rambut manusia, untuk menyuntikkan isi vaksin ke dalam jaringan lengan.
Beberapa robot medis, seperti yang dirancang untuk operasi, dioperasikan dari jarak jauh oleh ahli bedah sungguhan yang dapat bermil-mil jauhnya tetapi masih memantau kemajuan prosedur melalui streaming video langsung.
Cobi, sebaliknya, ia bisa mengotomatiskan semua itu. Pertama menggunakan kamera untuk mendeteksi keberadaan pasien dan kemudian dokumentasi atau identifikasi mereka. Tangan robot itu memiliki sensor LiDAR yang bisa memindai pasien untuk membuat peta 3D dari tubuh yang kemudian dianalisis oleh perangkat lunak untuk menentukan area injeksi.
Melalui tampilan, pasien kemudian diberikan instruksi tentang cara mempersiapkan suntikan, termasuk di mana harus berdiri, dalam posisi apa, dan apakah pakaian area lengan perlu digulung.
Dalam pengaturan dunia nyata, ada ribuan variabel yang perlu diperhitungkan agar robot semacam itu sukses melakukan tugas tertentu, termasuk sistem yang diterapkan untuk memastikan pasien. Itulah sebabnya masih perlu beberapa tahun sebelum Cobi mulai memberikan vaksinasi.
Akan tetapi, otomatisasi ini dapat membuat vaksinasi populasi besar lebih mudah, lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman karena berpotensi mengurangi risiko paparan bagi para tenaga profesional medis. (*)