![]() |
Posted on September 14th 2021 |
Suntikan penguat vaksin alias booster tengah menjadi perdebatan di kalangan para ahli dan pejabat. Sejumlah pihak mengatakan jika ini diperlukan untuk melindungi populasi dari infeksi varian baru yang lebih berbahaya. Tetapi sebagian lain tidak setuju karena kesenjangan vaksin masih sangat besar antara negara kaya dan miskin.
Dilansir Reuters, sebuah artikel di jurnal medis yang diterbitkan Senin mengungkap jika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan dua pejabat senior Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyebut jika booster tidak diperlukan untuk populasi umum. Setidaknya untuk saat ini.
Ilmuwan mengatakan lebih banyak bukti diperlukan untuk membenarkan pemberian booster. Pandangan ini tidak setuju dengan rencana pemerintah Amerika Serikat untuk mulai menawarkan suntikan lain kepada orang Amerika yang divaksinasi penuh, paling cepat pada bulan ini.
Lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Delta telah membuat pemerintahan Presiden Joe Biden khawatir infeksi yang terjadi pada orang yang sudah divaksinasi adalah tanda bahwa perlindungan mereka berkurang. Pemberian booster pun dianggap sebagai cara untuk mengembalikan kekebalan.
Tetapi WHO berpendapat jika vaksin masih diperlukan sebagai dosis pertama di seluruh dunia.
“Setiap keputusan tentang perlunya suntikan penguat atau waktu pemberian suntikan penguat harus didasarkan pada analisis yang cermat dari data klinis atau epidemiologis yang terkontrol secara memadai, atau keduanya, yang menunjukkan pengurangan penyakit parah yang terus-menerus dan bermakna,” tulis para ilmuwan dalam jurnal medis Lancet.
Mereka menambahkan jika evaluasi risiko-manfaat harus mempertimbangkan jumlah kasus Covid-19 parah yang diharapkan dapat dicegah dengan pemberian suntikan penguat. Selain itu juga perlu diketahui apakah itu aman dan efektif terhadap varian saat ini.
“Tetapi bukti saat ini tampaknya tidak menunjukkan perlunya pemberian suntikan penguat untuk populasi umum, di mana kemanjuran terhadap penyakit parah tetap tinggi,” tulis para ilmuwan.
Penulis artikel itu termasuk Direktur Penelitian dan Peninjauan Vaksin di FDA dan Wakil Direktur Phil Krause mengakui jika beberapa individu, seperti individu yang mengalami gangguan kekebalan, dapat memperoleh manfaat dari dosis penguat.
Mereka menambahkan jika penggunaan booster yang lebih luas mungkin dibutuhkan di masa depan jika kekebalan dari vaksinasi primer berkurang atau jika varian baru berkembang sehingga vaksin tidak lagi melindungi terhadap virus.
Dalam artikel tersebut para ilmuwan juga mengingatkan jika booster terbukti berisiko jika diperkenalkan terlalu cepat atau terlalu sering.
Selain dua pejabat senior FDA, penulis lain artikel tersebut termasuk ilmuwan top WHO Soumya Swaminathan, Ana-Maria Henao-Restrepo, dan Mike Ryan.
“Pasokan vaksin saat ini dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa jika digunakan pada populasi yang sebelumnya tidak divaksinasi,” tulis para penulis. (*)