![]() |
Posted on March 31st 2021 |
Krisis air bersih telah menjadi perhatian banyak pihak dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan di Indonesia yang merupakan negara maritim, krisis air bersih ini juga masih dapat dijumpai. Tidak heran jika banyak peneliti di seluruh dunia mencoba mencari solusi untuk hal ini.
Misalnya saja para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology. Dilansir dari Popular Science, tim peneliti tersebut mampu menggunakan kayu dari cabang pohon untuk menyaring air, baik di laboratorium maupun di lapangan.
Temuan ini tentu dapat memberikan alternatif yang murah, dapat terurai secara hayati, dan berteknologi rendah dibanding metode mahal untuk mendapatkan air bersih di tempat-tempat yang paling membutuhkan.
Para penieliti menemukan bahwa struktur alami kayu dari tanaman yang tidak berbunga, seperti pinus dan cedar, memberikan filtrasi yang cukup untuk menghilangkan E. Coli, rotavirus dan bakteri lain dari air.
Metode ini sudah terbukti berhasil di laboratorium pada 2014, tetapi sekarang para peneliti telah menemukan, melalui wawancara dengan pengguna potensial dan tes sumber air lokal, bahwa sistem pemurnian berbasis pohon bekerja dengan baik di sebuah tempat di India dan pada penduduk lokal yang bersedia menggunakannya.
Cabang-cabang gymnospermae, atau tumbuhan tidak berbunga, dibangun dari tabung tipis seperti jerami yang disebut xilem, lapisan kayu di bawah kulit kayu. Menurut Krithika Ramchander, penulis utama studi, struktur unik jaringan xilem di cabang memungkinkannya berfungsi sebagai filter air karena saluran ini terhubung satu sama lain melalui membran berpori.
“Pori-pori membran ini memiliki ukuran yang bervariasi dari beberapa nanometer hingga beberapa ratus nanometer, yang lebih kecil dari ukuran kontaminan air seperti partikulat, bakteri, dan protozoa,” ujar mahasiswa pascasarjana di MIT tersebut.
Membran ini dapat menjebak kontaminan, mirip dengan membran filter air yang terbuat dari bahan sintetis yang mungkin kalian temukan dalam sistem penyaringan air untuk backpaking atau berkemah.
Ramchander mengatakan, cakram kayu dengan lebar empat sentimeter, tebal satu sentimeter dapat dipasang untuk berfungsi serupa dengan sistem penyaringan air berbasis gravitasi konvensional. Air dituangkan ke dalam bejana dan dialirkan melalui tabung yang tergantung di bawahnya.
Bagian bawah tabung dilengkapi dengan saringan xilem kayu, dan saat air melewatinya dengan menetes perlahan, menjadi bersih dan masuk ke dalam wadah di bagian bawah dengan kecepatan satu liter perjam (yang masih cukup sedikit lebih lambat dari opsi lain di pasar). Ramchander mengatakan banyak desain berbeda dimungkinkan dan mengganti disk filter tersebut mudah dan murah.
Para peneliti bahkan dapat memperpanjang umur simpan filter kayu kering menjadi sekitar dua tahun dengan mencelupkannya ke dalam campuran pelindung air panas dan etanol.
Filter xilem kayu bekerja dengan sangat baik, sehingga berdasarkan skema klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), filter ini akan diberi peringkat dalam kategori” perlindungan komprehensif” bintang dua, yang merupakan kategori tertinggi kedua untuk pengolahan air rumah tangga.
Untuk membuat teknologi yang berpotensi menyelamatkan nyawa ini dapat dijangkau oleh mereka yang membutuhkan, konstruksi filter bersifat open source dan petunjuk dapat ditemukan di situs web mereka yang merinci bagaimana setiap orang dapat mencoba membuat filter air kayu mereka sendiri.
Rohit Karnik, seorang profesor teknik mesin di MIT dan penulis studi mengatakan mungkin perlu waktu untuk mendapatkan filter xilem dalam penggunaan skala besar, tetapi saat ini mereka sedang bekerja dalam mengatasi tantangan logistik, standar kontrol kualitas, dan produksi. (*)